7/21/2012

DASAR-DASAR PENETAPAN BID’AH


Untuk memberikan hukum terhadap amalan-amalan tertentu tergolong  perilaku bid'ah, tentu harus melihat pokok-pokok yang menjadi dasar dalam menetapkan bid'ah. Ada tiga dasar pokok untuk menetapkan semua macam bid’ah:

1.      Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan.
Hal ini meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1.   كل عبادة تستند  الى حديث مكذوب على رسول لله صعلم فهي بدعة
Setiap ibadah yang berlandaskan hadits maudhu’(palsu) yang disandarkan kepada Rasulullah adalah bid’ah.
2.             كل عبادة تستند الى الرأي المجرد والهوى فهي بدعة كقول بعض العلماء أو العباد أو عادات بعض البلاد أو الحكايات   والمنامات
Setiap ibadah yang berlandaskan pada pendapat semata dan hawa nafsu, maka itu bid’ah, seperti pendapat sebagian ulama atau ‘ubbad (ahli ibadah) atau kebiasaan sebagian daerah atau sebagian hikayat dan manamat (apa yang didapatkan di dalam tidur).
3.   اذا ترك الرسول صعلم فعل عبادة من العبادات مع كون موجبها وسببها المقتضى لها قائما ثابتا والمنع منها منتفيا فان فعلها بدعة
Jika Rasulullah meninggalkan suatu ibadah, padahal faktor dan sebab yang menuntut adanya pelaksanaan itu ada dan faktor penghalangnya tidak ada, maka melaksanakan ibadah itu adalah bid’ah. Seperti mengumandangkan adzan untuk shalat Tarwih.

4.   كل عبادات ترك فعلها السلف الصالح   من الصحابة فان فعلها  فهي بدعة
Semua ibadah yang tidak dilakukan oleh As-Salaf Ash-Shalih dari kalangan sahabat,  maka melakukan perbuatan tersebut adalah bid’ah.
5.   كل عبادة مخالفة لقواعد الشريعة ومقاصدها  فهي بدعة
Semua ibadah yang bertentangan dengan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syari’at adalah bid’ah.
     
6.             كل تقرب الى الله بفعل شيئ من العادات أو المعاملات من وجه لم يعتبره الشارع فهو بدعة
Semua taqarrub kepada Allah dengan adat kebiasaan atau muamalah dari sisi yang tidak dianggap (tidak diakui) oleh syari’at adalah bid’ah
7.   كل تقرب الى الله بفعل ما نهى عنه سبحانه فهو بدعة
Setiap taqarrub kepada Allah dengan cara melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah adalah bid’ah.
8.   كل عبادة وردت فى الشرع على صفة مقيدة فتغييرهذه الصفة  بدعة
Setiap ibadah yang dibatasi dalam syari’at, maka merubah tata cara (batasan) ini adalah bid’ah.
9.   كل عبادة مطلقة ثبتت في الشرع بدليل عام فإن تقييد إطلاق هذه العبادة بزمان ومكان أو نحوهما بحيث يوهن هذا التقييد أنه مقصود شرعا من غير أن يدل الدليل العام علي هذا التقييد فهو بدعة
Setiap ibadah muthlaq yang tetap dalam syari’at dengan dalil umum, maka membatasi kemuthlaqan ibadah ini dengan waktu atau tempat tertentu sehingga menimbulkan anggapan bahwa pembatasan inilah yang dimaksud dalam syari’at tanpa ada dalil umum yang menunjukkan pembatasan ini, maka termasuk bid’ah.

10. الغلو في العبادة بالزيادة فيها علي القدر المشروع والتشدد والتنطع في الإتيان بها  بدعة
Ghuluww (berlebih-lebihan) dalam ibadah dengan menambah di atas batasan yang telah ditentukan atau tasyaddud (mempersulit diri) serta tanaththu’ (memberatkan diri) dalam pelaksanaan ibadah tersebut adalah bid’ah.

2.      Keluar menentang aturan agama.
Hal ini meliputi beberapa kaidah berikut ini:
1.   كل ما كان من الإعتقادات والاراء و العلوم معارضا لنصوص الكتاب والسنة أو مخالفا لإجماع سلف الامة فهو بدعة
Setiap keyakinan, pendapat atau ilmu yang menentang nusush (Al-Kitab dan As-Sunnah) atau berlawanan dengan ijma’ salaful ummah maka itu semua adalah bid’ah.

2.             مالم يرد فى الكتاب والسنة ولم يؤثر عن الصحابة رضي الله عنهم   من الاعتقاد فهو بدعة
Keyakinan yang tidak ada dalam Al-Kitab dan As-Sunnah serta tidak didapatkan dari sahabat   adalah bid’ah.

3.             الزام الناس بفعل شيئ من العادات والمعاملات وجعل ذلك كالشرع الذى لايخالف والدين لايعارض بدعة
Mewajibkan manusia untuk melakukan suatu adat dan muamalat serta menjadikan hal itu seperti syari’at yang tidak boleh ditentang dan agama yang tidak boleh dibantah adalah bid’ah.

4.         الخروج علي الاوضاع الدينية الثابتة وتغييرالحدود الشرعية المقدرة بدعة
Keluar menentang aturan-aturan agama, dan merubah sanksi-sanksi syar’i yang sudah ditentukan batasannya adalah bid’ah.

5.             مشابهة الكافرين فيماكان من خصائصهم من عبادة أوعادة أو كليهما بدعة
Menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang khusus bagi mereka, baik berupa ibadah, adat, atau keduanya adalah bid’ah.

6.         الإتيان بشيئ من أعمال الجاهلية التي لم تشرع في الإسلام بدعة
Melakukan sesuatu dari amalan-amalan jahiliyyah yang tidak disyari’atkan di dalam Islam adalah bid’ah.

3.      Peluang-peluang yang menggiring ke arah bid’ah
Hal ini meliputi beberapa kaidah-kaidah berikut ini:
1. إذا فعل ماهو مطلوب شرعا علي وجه يوهم خلاف ماهو عليه في الحقيقة فهو بدعة
Bila mengerjakan sesuatu yang dituntut secara syari’at, tetapi   dengan cara yang dapat menimbulkan anggapan yang berbeda dengan keadaan sebenarnya maka hal itu termasuk bid’ah.
2. إذا فعل ماهو جائز شرعا علي وجه يعتقد فيه أنه مطلوب شرعا فهو ملحق بالبدعة

Bila suatu pekerjaan menurut syariat hukumnya jaiz (mubah), tetapi ia diyakini hukumnya sunnah atau wajib menurut syariat, maka ia termasuk bid’ah.  
1.        إذا عمل بالمعصية العلماءالذين يقتدي بهم علي وجه الخصوص وظهرت من جهتهم حتي أن المنكر عليهم لايلتفت إليه,بحيث يعتقد العامة أن  هذه المعصية من الدين فهذا ملحق بالبدعة
Bila perbuatan maksiat dilakukan oleh ulama yang menjadi panutan dengan cara khusus, yang pada akhirnya orang-orang awam meyakini bahwa perbuatan maksiat ini termasuk bagian agama, maka hal seperti itu dikelompokkan dalam bid’ah.
2.              إذا عمل بالمعصية العوام وشاعت فيهم وظهرت ,ولم ينكرها العلماء الذين يقتدي بهم وهم قادرون علي الإنكار,بحيث يعتقد أن هذه المعصية مما لابأس به فهذا ملحق بالبدعة
Bila perbuatan maksiat dilakukan oleh orang-orang awam sehingga mewabah dan tersebar di antara mereka sedangkan para ulama yang menjadi panutan tidak mengingkarinya, sehingga hal itu menimbulkan keyakinan orang awam bahwa perbuatan maksiat ini tidak apa-apa maka ini digolongkan bid’ah.

3.        كلما يترتب علي فعل البدع المحدثة في الدين من الإتيان ببعض الأمورالتعبدية أو العادية فهوملحق بالبدعة, لأن ما أنبني علي المحدث محدث
Segala sesuatu yang terjadi dan timbul akibat pelaksanaan bid’ah muhdatsah di dalam agama, seperti melakukan beberapa hal yang sifatnya ibadah atau adat istiadat, maka itu semua dikelompokkan juga dalam bid’ah, sebab sesuatu yang dibangun di atas muhdats adalah muhdats juga.

[Wahyu Wijayanta]

MACAM-MACAM BID’AH



Setelah pembahasan tentang ciri-ciri dan cara mengenal bid’ah pada tulisan sebelumnya, pada tulisan yang terakhir ini akan kita sampaikan macam-macam bid’ah serta contoh-contohnya yang dibahas dari berbagai segi, baik dari segi bahayanya, keterkaitan dengan syari’at, perwujudan, ajaranya dan dari segi teknis pelaksanaannya

  •          Ditinjau dari segi bahaya bagi pelakunya, bid’ah terbagi menjadi 2 macam yaitu:  bid’ah Mukaffirah dan bid’ah Mufassiqah. Bid’ah Mukaffirah ialah bid’ah yang dapat menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam kekufuran sehingga ia menjadi kafir karenanya, seperti:
    1. Melakukan thawaf di sekeliling kubur dengan tujuan mendekatkan diri kepada penghuninya. 
    2. Bernadzar, berdo’a dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan-kekutan ghaib, seperti Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, dan lain-lain.
    3. Memiliki keyakinan-keyakinan yang menyimpang, seperti keyakianan adanya nabi setelah Nabi Muhammad saw, keyakinan relativitas kebenaran al-Qur’an, dan lain-lain.
    4. Meyakini bahwa Islam bukanlah satu-satunya agama yang benar, tetapi agama selain Islam pun benar adanya (paham pluralism agama).
  • Sedangkan bid’ah Mufassiqah ialah bid’ah yang dapat menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam kefasikan, sehingga ia terkena dosa, namun tetap dalam keislaman, seperti:
  1. Membangun rumah-rumah di kuburan untuk tempat berdo’a kepada Allah.
  2. Membuat tata-cara tertentu dalam beribadah seperti tahlilan, yasinan, shalawatan, manaqiban, dan lain-lain
  3. Hidup membujang dengan tujuan agar lebih dekat kepada Allah swt.
  4. Berdo’a bersama

  •       Ditinjau dari segi keterkaitannya dengan syari’ah, bid’ah terbagi 2 macam yaitu: Bid’ah Haqiqiyah dan Bid’ah Idhofiyah.
  • Bid’ah Haqiqiyah ialah bid’ah  yang sama sekali tidak terkait dengan ibadah tertentu yang dituntunkan oleh Rasulullah saw. seperti:
  1. Puasa sambil berdiri di bawah sinar matahari atau tidak memakan jenis makanan tertentu yang halal tanpa sebab yang jelas (seperti vegetarian dan sebangsanya), puasa pati geni, puasa mutih, dan sebangsanya.
  2. Mengadakan selamatan mitoni/ ningkepi dan mrocati, puputan, selapanan, dan mandap siti
  3. Tabattul/ hidup membujang, tidak nikah untuk tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan
  4. Mengadakan upacara sesaji pada pohon dan bernadzar pergi ke kubur wali.
  5. Mengheningkan cipta , sebagaimana layaknya dilakukan oleh bangsa Jepang
  6. Menyiksa diri untuk tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan. 
  • Bid’ah Idhofiyah ialah bid’ah yang dikaitkan kepada ibadah tertentu yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
  1. Shalat Raghaib, yaitu shalat 12 rakaat pada malam Jum’at yang pertama dalam bulan Rajab, dengan cara-cara tertentu.
  2. Shalat Nishfu Sya’ban, yaitu shalat 100 rakaat pada malam tanggal lima bulan Sya’ban, dengan cara-cara tertentu.
  3. Menetapkan Rabo terakhir bulan Shafar agar dilakukan Shalat Sunat setelah Dzuhur dan dianjurkan para jamaah membawa air untuk tolak bala.
  4. Mengumandangkan adzan dan iqamat untuk mayit sehabis dikubur untuk adzan untuk calon jamaah haji yang akan berangkat ke tanah suci.
  5. Mentalqin orang yang sudah meninggal dunia.
  6. Berdzikir sampai tak sadarkan diri (sakran fidz dzikri)

c.          Ditinjau dari segi perwujudannya, bid’ah dibagi 2 yaitu: Bid’ah Fi’liyah dan Bid’ah Tarkiyah
Bid’ah Fi’liyah ialah bid’ah dalam wujud mengerjakan sesuatu, baik berupa
 pekerjaan, tindakan maupun ucapan., seperti:
  1. Membaca shalawat sebelum mengumandangkan adzan
  2. Membaca surat an-nas, al-falaq, al-ikhlas sebelum mendirikan shalat.
  3. Melafadzkan niat dalam berwudlu’, shalat, dan berpuasa.
  4. Menyelenggarakan upacara tahlilan, kirim pahala bagi si mayit.
Bid’ah Tarkiyah ialah bid’ah dalam wujud meninggalkan sesuatu, seperti:
  1. Meninggalkan keramaian (bertapa) untuk bersemedi di gunung-gunung
  2. Berpantang makanan tertentu yang didasari oleh keyakinan yang keliru.

      Termasuk Bid’ah Tarkiyah juga adalah bid’ah yang terjadi karena meninggalkan sesuatu yang dihalalkan dengan alasan yang tidak dapat dibenarkan, atau tanpa alasan sama sekali, seperti meninggalkan makan daging kambing dan meninggalkan minum air yang bergula karena ingin mendapat pahala dari meninggalkannya. Tetapi kalau meninggalkan Nikah karena khawatir akan menyengsarakan orang yang akan dinikahi, meninggalkan makan daging kambing karena khawatir darah tingginya akan kambuh dan meninggalkan minum air bergula karena khawatir kencing manisnya akan parah, maka meninggalkannya tidak termasuk bid’ah.

d.     Ditinjau dari segi ajarannya, bid’ah dibagi dua yaitu: Bid’ah i’tiqadiyah dan Bid’ah ‘Amaliyah
Bid’ah I’tiqadiyah ialah bid’ah yang berupa ajaran-ajaran yang bersifat aqidah/keyakinan, seperti:
  1. Faham yang membenarkan semua agama dan pemeluk-pemeluk agama non Islam dapat masuk Surga (Pluralisme Agama)
  2. Faham yang memisahkan ajaran Allah dalam kehidupan manusia (Sekularisme)
  3. Kepercayaan bahwa Tuhan itu berjism.
  4. Kepercayaan bahwa Tuhan itu menyerupai makhluk.
  5. Kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak mempunyai kebebasan penuh dalam berbuat.

Bid’ah ‘Amaliyah ialah bid’ah yang berupa ajaran-ajaran yang bersifat amaliah badaniyah. seperti:
  1. Puasa Mutih dan puasa ngrowot.
  2. Menggerak-gerakkan kepala dengan tujuan ta’abbudi ketika membaca kalimah thayyibah
  3. Menyelenggarakan acara-acara manaqiban, barzanji, yasinan, dan lain-lain.
  4. Menentukan bacaan-bacaan khusus secara bersama-sama disela-sela shalat tarwih.
  5. Mengirimkan bacaan al-fatihah untuk orang-orang telah meninggal dunia.

e.          Ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya, bid’ah dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
Bid’ah Zamaniyah, Bid’ah Makaniyah dan Bid’ah Haliyah
  • Bid’ah Zamaniyah ialah bid’ah yang dikaitkan dengan  waktu-waktu tertentu seperti:
  1. Mengadakan perayaan-perayaan pada hari Maulid.
  2. Mengadakan selamatan-selamatan sehabis panen.
  3. Mengadakan selamatan-selamatan di akhir bulan Sya’ban.
  4. Mengadakan tahlilan setiap malam jum’at kliwon.
  • Bid’ah Makaniyah ialah bid’ah yang dikaitkan dengan  tempat-tempat tertentu seperti:
  1. Membangun cungkuk di atas kubur.
  2. Mengadakan selamatan di atas kubur orang yang dipandang keramat.
  3. Tidur di atas kubur seraya memohon sesuatu kepada yang dikubur.
  4. Membaca al-Qur’an di tempat-tempat yang dianggap keramat.
  • Bid’ah Haliyah ialah bid’ah yang dikaitkan dengan peristiwa- peristiwa/kondisi-kondisi  tertentu, seperti:
  1. Mengadakan upacara-upacara karena lahirnya seorang bayi.
  2. Mengadakan upacara-upacara karena matinya seorang anggota keluarga.
  3. Mengadakan upacara selamatan gerhana bulan/matahari.
  4. Ramai-ramai berdzikir waktu mengantar jenazah
  5. Meniru-niru orang kafir dalam merayakan agama mereka.


[ Wahyu Wijayanta, Ketua Majelis Tarjih PDM Kota Yogyakarta ]

TUNTUNAN IBADAH PADA BULAN RAMADHAN (1)


Bulan Ramadhan 1433 segera akan tiba mengunjungi kita kaum muslimin di manapun berada. Berdasarkan hasil hisab Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ijtima' Terjadi Pada Hari Kamis wage 19 juli 2012 /29 sya'ban 1433H Pukul 11.25: 24 WIB, terbenam matahari di Yogyakarta pukul 17.39 WIB, Tinggi Bulan Di Yogyakarta +01' 38' 40' sehingga  1 Ramadhan1433 H jatuh pada  Hari Jum'at Kliwon 20 Juli 2012.
       Terkait dengan itu hendaklah masing-masing kita berusaha untuk mensikapinya dengan sebaik-baiknya, sehingga nantinya kita dapat melaksanakan Ibadah puasa itu dengan baik. Berikut ini kami nukilkan beberapa tuntunan Ibadah di Bulan Ramadhan dari Majlih Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, antara lain sebagai berikut :

A.   Persiapan
1.   Dituntunkan agar setiap Muslim dan Muslimah mempersiapkan diri pribadi    baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan  puasa  sunat  di bulan Sya‘ban, berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا  رَمَضَانَ وَ مَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
 Artinya :
 Dari   ‘Aisyah   r.a. (diriwayatkan bahwa)ia berkata:Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan.  Juga saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa kecuali di bulan Sya‘ban." [Muttafaq ‘Alaih].
 2.  Melakukan  pengkondisian  Ramadhan  pada bulan   Sya‘ban   di   lingkungan   masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah di bulan Ramadhan.
 3.   Mempersiapkan  sarana dan prasarana kegiatan  di  bulan  Ramadhan,  seperti  sound system  yang  memadai,  mempersiapkan  dan membersihkan  tempat  wudhu,  air  wudhu, kotak-kotak  infaq,  peralatan  ta‘jil,  dan  lain- lain. 
4.  Kebersihan, baik di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya.
     5.  Pengaturan shaf dan keamanan
     6.  Jadwal  mu’adzin,  imam,  penceramah  dan penjemputannya.
     7.  Mempersiapkan   tempat   shalat   ‘Idul Fitri,Imam/Khatib dan penjemputannya.
     8.  M embentuk  ‘Amil  Zakat,  untuk  memungut dan  membagikannya  serta     mempersiapkan  
          peralatannya.

B.   Tuntunan Shiyam

     1.  Pengertian Shiyam (Puasa)
   a. Shiyam  menurut  bahasa:  menahan  diri dari sesuatu.
            b.Shiyam  menurut  istilah:  menahan  diri dari  makan,  minum,  hubungan     
               seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak  dari  terbit  fajar    
      hingga  terbenam matahari dengan niat karena Allah.
Dasar  keharusan  niat  berpuasa  karena Allah:



1)   Firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ ....ّ{البينة 5}
Artinya:“Padahal mereka      tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah    dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan)  agama  dengan  lurus  …” [QS. Al-Bayyinah (98): 5].

2)   Hadits Nabi Muhammad saw:
عَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ {رواه الخمسة ، صنعاني، 2،153}
Artinya:“Dari Hafshah         Ummul Mu’minin r.a. (diriwayatkan bahwa) Nabi   saw   bersabda:   Barangsiapa tidak  berniat  puasa  di  malam  hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.”   [Ditakhrijkan   oleh Al-Khamsah,   lihat   Ash-Shan‘aniy,   II,153].

2.   Jumlah Hari Shiyam (Puasa)
a.    Shiyam  dimulai  pada  tanggal  1  bulan Ramadhan   dan   diakhiri   pada   tanggal terakhir bulan Ramadhan (29 hari atau  30  hari,  tergantung  pada  kondisi bulan  tersebut).  Untuk  itu,  maka  harus mengetahui awal bulan Ramadhan.
b.    Dasar keharusan mengetahui awal bulan Ramadhan:
1)   Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءًا وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ
  {يونس ، 5}

Artinya:  “Dia-lah  yang  menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah  (tempat-tempat) bagi  perjalanan  bulan  itu,  supaya kamu   mengetahui   bilangan   tahun dan    perhitungan    (waktu).”    [QS. Yunus (10): 5]

    2)  Hadits Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صُوْمُوْا لِرُؤْبَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ  {رواه  بخاري ومسلم}
Artinya:   “Dari   Abu   Hurairah   r.a. (diriwayatkan   bahwa)   ia   berkata: Rasulullah  saw  bersabda:  Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bu- lan  Sya’ban  tiga  puluh  hari.”  [HR. al-Bukhari, dan Muslim].


3)   Hadits Nabi Muhammad saw:

 عَنْ إِبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ فَقَالَ : أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ.قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِيْ النَّاسِ فَلْيَصُوْمُوْا غَدًا.{رواه إبن حبان ودار قطني وبيهقي وحاكم}

Artinya:    “Dari    Ibnu    Abbas    r.a. (diriwayatkan   bahwa)   ia   berkata: Datanglah   seorang   Badui   kepada Nabi   saw   seraya   katanya:   Saya telah melihat hilal. Beliau bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan   selain   Allah?   Ia   berkata: Ya.   Nabi   saw   bersabda:   Maukah kamu  bersaksi  bahwa  Muhammad adalah utusan Allah? Ia berkata: Ya. Bersabdalah   Nabi   saw:   Hai   Bilal, umumkanlah  kepada  semua  orang supaya   mereka   besok   berpuasa.” [HR.  Ibnu  Hibban,  Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim].
4)   Hadits Nabi Muhammad saw:

  عَنْ إِبْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ   
  فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ {رواه الشيخان و نسائى وإبن ماجه}

Artinya:  “Dari  Ibnu  Umar  r.a.  dari Rasulullah saw,(diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Bila kamu melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan   bila   kamu   melihatnya   maka berbukalah(berlebaranlah).            Dan jika   penglihatanmu   tertutup   oleh awan   maka   kira-kirakanlah   bulan itu.” [HR. Asy-Syaikhani, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah].

C.   Dasar Kewajiban Shiyam Ramadhan
1.   Firman Allah SWT:
  يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامَ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
{البقرة 183}
  Artinya:   “Hai   orang-orang   yang   beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan  atas  orang-orang  sebelum  kamu agar  kamu  bertakwa.”  [QS.  Al-Baqarah  (2):
183].

2.   Hadits Nabi Muhammad saw:

عن عبد الله قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان  {رواه بخاري ومسلم و اللفظ له وترميذي ونسائي وأحمد}
        Artinya:  “Dari  ‘Abdullah  r.a.  (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Islam dibangun   di   atas   lima   dasar,   yakni bersaksi  bahwa tidak  ada  tuhan  melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”   [HR   al-Bukhari,   Muslim,   at- Turmudzi,  an-Nasa’i,  dan  Ahmad,  dan  lafal ini adalah lafal Muslim].

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah k...