3/16/2022

Tafsir Al-Fatihah


๐Ÿ“š๐Ÿ’ *SURAH AL-FATIHAH*
            ( Bagian ke-2 dari 3)

ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ู„ِู„َّู‡ِ ุฑَุจِّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠู†َ (2) ุงู„ุฑَّุญْู…َٰู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ (3) ู…َุงู„ِูƒِ ูŠَูˆْู…ِ ุงู„ุฏِّูŠู†ِ (4) [ุงู„ูุงุชุญุฉ : 2-4]

*Terjemah*
_(2) Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, (3) Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, (4) Pemilik hari pembalasan_.

*Kosakata:*
1. _Rabb_ ุฑَุจِّ (al-Fฤtihah/1: 2)
Kata rabb secara etimologi berarti, “pemelihara”, “pendidik”, “pengasuh”, “pengatur”, dan “yang menumbuhkan”. Kata rabb biasa dipakai sebagai salah satu nama Tuhan, karena Tuhanlah yang secara hakiki sebagai pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur dan yang menumbuhkan makhluknya. Oleh sebab itu, kata rabb biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “Tuhan”. Kata rabb di dalam Al-Qur′an disebut 151 kali.

2. _Ar-Rahman, ar-Rahim_  ุงู„ุฑَّุญْู…َٰู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ (al-Fฤtihah/1: 3)
     Kata _ar-rahman_ terambil dari _ar-rahmah_ yang berarti belas kasihan, yaitu suatu sifat yang menimbulkan perbuatan memberi nikmat dan karunia. Jadi, kata _ar-rahman_ berarti “Yang berbuat (memberi) nikmat dan karunia yang banyak”. Kata _ar-rahman_ disebutkan dalam Al-Qur′an 57 kali di berbagai surah, termasuk pada Basmalah di awal surah _al-Fatihah_ tapi tidak termasuk pada Basmalah di awal setiap surah selain _al-Fatihah_. Kata _ar-rahman_ terdapat pada surah _al-Fatihah, al-Baqarah, ar-Ra‘ad, al-Isra′, Maryam, Taha, al-Anbiya′, al-Furqan, asy-Syu‘ara′, an-Naml, Yasin, Fussilat, az-Zukhruf, Qaf, ar-Rahmaln, al-Hasyr, al-Mulk_, dan an-Naba′.
     Kata _ar-rahim_ juga diambil dari kata _ar-rahmah_. Arti _ar-rahim_ ialah: “Yang mempunyai sifat belas kasihan dan sifat itu tetap padanya selama- lamanya”.    Kata _ar-rahim_ disebutkan dalam Al-Qur′an sebanyak 95 kali termasuk dalam _Basmalah_ di awal surah _al-Fatihah_ tapi tidak termasuk pada Basmalah di awal setiap surah selain _al-Fatihah_. Kata _Ar-rahim_ tersebut terdapat pada surah _al-Fatihah, al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa′, al-Ma′idah, al-An‘am, al-A‘raf, al-Anfal, at-Taubah, Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, al-Hijr, an-Nahl, al-Hajj, an-Nur, asy-Syu‘ara′, an-Naml, al-Qasas, ar-Rum, as-Sajdah, Saba′, Yasin, az-Zumar, Fussilat, asy-Syura, ad-Dukhan, al-Ahqaf, al-Hujurat, at-Tur, al-Hadid, al-Mujadilah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, at-Tagabun, at-Tahrim, dan al-Muzzammil_.
     _Ar-rahman_ dan _ar-rahim_ maksudnya bahwa Tuhan telah memberi nikmat yang banyak dengan murah dan telah melimpahkan karunia yang tidak terhingga, karena Dia bersifat belas kasihan kepada makhluk-Nya. Karena sifat belas kasihan itu merupakan sifat yang tetap pada-Nya, maka nikmat dan karunia Allah tidak ada putus-putusnya.

๐Ÿ“š๐Ÿ’ *Tafsir*
     (2) Pada ayat di atas, Allah memulai firman-Nya dengan menyebut _“Basmalah”_ untuk mengajarkan kepada hamba-Nya agar memulai suatu perbuatan yang baik dengan menyebut basmalah, sebagai pernyataan bahwa dia mengerjakan perbuatan itu karena Allah dan kepada-Nyalah dia memohonkan pertolongan dan berkah. Maka, pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya agar selalu memuji-Nya.
     _Al-hamdu_ artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari Allah, sebab Dialah yang menjadi sumber bagi semua nikmat. Hanya Allah yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan.   Karena itu Allah sajalah yang berhak dipuji.
Orang yang menyebut _al-hamdu lillah_ bukan hanya mengakui bahwa puji itu untuk Allah semata, melainkan dengan ucapannya itu dia memuji Allah.
_Rabb_ artinya pemilik, pengelola dan pemelihara. Di dalamnya terkandung arti mendidik, yaitu menyampaikan sesuatu kepada keadaan yang sempurna dengan berangsur-angsur.
     _‘Alamin_ artinya seluruh alam, yakni semua jenis makhluk. Alam itu berjenis-jenis, yaitu alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam manusia, alam benda, alam makhluk halus, umpamanya malaikat, jin, dan alam yang lain. Ada mufasir mengkhususkan _‘alamin_ pada ayat ini kepada makhluk-makhluk Allah yang berakal yaitu manusia, malaikat dan jin. Tetapi ini mempersempit arti kata yang sebenarnya amat luas.
     Dengan demikian, Allah itu Pendidik seluruh alam, tak ada sesuatu pun dari makhluk Allah yang terlepas dari didikan-Nya. Tuhan mendidik makhluk-Nya dengan seluas arti kata itu. Sebagai pendidik, Dia menumbuhkan, menjaga, memberikan daya (tenaga) dan senjata kepada makhluk itu, guna kesempurnaan hidupnya masing-masing.
     Siapa yang memperhatikan perjalanan bintang-bintang, menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang di laut dan di darat, mempelajari pertumbuhan manusia sejak dari rahim ibunya sampai ke masa kanak-kanak, lalu menjadi manusia yang sempurna, tahulah dia bahwa tidak ada sesuatu juga dari makhluk Allah yang terlepas dari penjagaan, pemeliharaan, asuhan dan inayah-Nya.
     (3) Pada ayat dua di atas Allah swt menerangkan bahwa Dia adalah Tuhan seluruh alam. Maka untuk mengingatkan hamba kepada nikmat dan karunia yang berlipat-ganda, yang telah dilimpahkan-Nya, serta sifat dan cinta kasih sayang yang abadi pada diri-Nya, diulang-Nya sekali lagi menyebut _ar-Rahman ar-Rahim_ . Yang demikian dimaksudkan agar gambaran keganasan dan kezaliman seperti raja-raja yang dipertuan dan bersifat sewenang-wenang lenyap dari pikiran hamba.
     Allah mengingatkan dalam ayat ini bahwa sifat ketuhanan Allah terhadap hamba-Nya bukanlah sifat keganasan dan kezaliman, tetapi berdasarkan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian manusia akan mencintai Tuhannya, dan menyembah Allah dengan hati yang aman dan tenteram, bebas dari rasa takut dan gelisah. Malah dia akan mengambil pelajaran dari sifat-sifat Allah. Dia akan mendasarkan pergaulan dan tingkah lakunya terhadap manusia sesamanya, atau terhadap orang yang di bawah pimpinannya, malah terhadap binatang yang tak pandai berbicara sekalipun, atas sifat cinta dan kasih sayang itu. Karena dengan jalan demikianlah manusia akan mendapat rahmat dan karunia dari Tuhannya.
     Rasulullah bersabda:

ุงِู†َّู…َุงูŠَุฑْุญَู…ُ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ู…ِู†ْ ุนِุจَุงุฏِู‡ِ ุงู„ุฑُّ ุญَู…َุงุกَ (ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุทุจุฑ ุงู†ูŠ )

_Allah hanya sayang kepada hamba-hamba-Nya yang pengasih_. (Riwayat at-Tabrani)

ุงู„ุฑَّ ุง ุญِู…ُูˆْู†َ ูŠَุฑْุญَู…ُู‡ُู…ُ ุงู„ุฑَّุญْู…ٰู†ُ ุชَุจَุงุฑَูƒَ ูˆَุชَุนَุงู„َู‰ ุงِุฑْุญَู…ُูˆْุง ู…َู†ْ ูِู‰ ุงْู„ุงَุฑุถِ ูŠَุฑْุญَู…ْูƒُู…ْ ู…َู†ْ ูِู‰ ุงู„ุณَّู…َุง ุกِ ( ุฑูˆุงู‡ ุงุญู…ุฏ ูˆุงุจูˆ ุฏุงูˆุฏ ูˆ ุงู„ุชุฑ ู…ุฐูŠ ูˆ ุง ู„ุญุงูƒู… )
 
_Orang-orang yang penyayang, akan disayangi oleh Allah yang Rahman Tabaraka wa Ta‘ala.(Oleh karena itu) sayangilah semua makhluk yang di bumi, niscaya semua makhluk yang di langit akan menyayangi kamu semua. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud at-Tirmidi dan al-Hakim).

     Rasulullah bersabda:

ู…َู†ْุฑَุญِู…َ ูˆَู„َูˆْุฐَุจِูŠْุญَุฉَุนُุตْูُูˆْุฑٍ ุฑَุญِู…َู‡ُ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ (ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ )

_“Siapa yang kasih sayang meskipun kepada seekor burung (pipit) yang disembelih, akan disayangi Allah pada hari Kiamat_. (Riwayat al-Bukhari)

     Maksud hadis yang ketiga ialah menggunakan aturan dan tata cara pada waktu menyembelih burung, misalnya memakai pisau yang tajam. Dapat pula dipahami dari urutan kata _ar-Rahman, ar-Rahim_, bahwa penjagaan, pemeliharaan dan asuhan Allah terhadap seluruh alam, bukanlah karena mengharapkan sesuatu dari alam itu, tetapi semata-mata karena rahmat dan kasih sayang-Nya.
Boleh jadi ada yang terlintas dalam pikiran orang, mengapa Allah membuat peraturan dan hukum, dan menghukum orang-orang yang melanggar peraturan itu? Pikiran ini akan hilang bila diketahui bahwa peraturan dan hukum, begitu juga azab di akhirat atau di dunia yang dibuat Allah untuk hamba-Nya yang melanggar tidaklah berlawanan dengan sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena peraturan dan hukum itu rahmat dari Allah demi untuk kebaikan manusia itu sendiri. Begitu pula azab dari Allah terhadap hamba-Nya yang melanggar peraturan dan hukum itu sesuai dengan keadilan-Nya.

     (4) Sesudah Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya, yaitu: Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, maka diiringi-Nya dengan menyebutkan satu sifat-Nya lagi, yaitu “menguasai hari pembalasan”. Penyebutan ayat ini dimaksudkan agar kekuasaan Allah atas alam ini tak terhenti sampai di dunia ini saja, tetapi terus berkelanjutan sampai hari akhir. Ada dua macam bacaan berkenaan dengan _Malik_. *Pertama*, dengan memanjangkan _ma_, dan *kedua* dengan memendekkannya. Menurut bacaan yang pertama, _Malik_ artinya “Yang memiliki” (Yang empunya). Sedang menurut bacaan yang kedua, artinya “Raja”. Kedua bacaan itu benar.
     Baik menurut bacaan yang pertama ataupun bacaan yang kedua, dapat dipahami dari kata itu arti “berkuasa” dan bertindak dengan sepenuhnya. Sebab itulah diterjemahkan dengan “Yang menguasai”. “Yaum” artinya hari, tetapi yang dimaksud di sini ialah waktu secara mutlak.
     _Ad-din_ banyak artinya, di antaranya: (1) perhitungan, (2) ganjaran, pembalasan, (3) patuh, (4) menundukkan, dan (5) syariat, agama. Yang selaras di sini ialah dengan arti “pembalasan”. Jadi, M±liki yaumidd³n maksudnya “Allah itulah yang berkuasa dan yang dapat bertindak dengan sepenuhnya terhadap semua makhluk-Nya pada hari pembalasan.”
     Sebetulnya pada hari kemudian itu banyak hal yang terjadi, yaitu Kiamat, kebangkitan, berkumpul, perhitungan, pembalasan, tetapi pembalasan  sajalah yang disebut oleh Allah di sini, karena itulah yang terpenting. Yang lain dari itu, umpamanya kiamat, kebangkitan dan seterusnya, merupakan pendahuluan dari pembalasan, apalagi untuk _targib_ dan _tarhib_ (menggalakkan dan menakut-nakuti), penyebutan “hari pembalasan” itu lebih tepat.

*Hari Akhirat Menurut Pendapat Akal (Filsafat)*
      Kepercayaan tentang adanya hari akhirat, yang di hari itu akan diadakan perhitungan terhadap perbuatan manusia pada masa hidupnya dan diadakan pembalasan yang setimpal, adalah suatu kepercayaan yang sesuai dengan akal. Sebab itu adanya hidup yang lain, sesudah hidup di dunia ini, bukan saja ditetapkan oleh agama, tetapi juga ditunjukkan oleh akal.
     Seseorang yang mau berpikir tentu akan merasa bahwa hidup di dunia ini belumlah sempurna, perlu disambung dengan hidup yang lain. Alangkah banyaknya orang yang teraniaya hidup di dunia ini telah pulang ke rahmatullah sebelum mendapat keadilan. Alangkah banyaknya orang yang berjasa kecil atau besar, belum mendapat penghargaan atas jasanya. Alangkah banyaknya orang yang telah berusaha, memeras keringat, membanting tulang, tetapi belum sempat lagi merasakan buah usahanya itu. Sebaliknya, alangkah banyaknya penjahat, penganiaya, pembuat onar, yang tak dapat dijangkau oleh pengadilan di dunia ini. Lebih-lebih kalau yang melakukan kejahatan atau aniaya itu orang yang berkuasa sebagai raja, pembesar dan lain-lain. Maka biarpun kejahatan dan aniaya itu telah merantai bangsa seluruhnya, tidaklah akan digugat orang, malah dia tetap dipuja dan dihormati. Maka, dimanakah akan didapat keadilan itu, seandainya nanti tidak ada mahkamah yang lebih tinggi, Mahkamah Allah di hari kemudian?
     Sebab itu, para pemikir dari zaman dahulu telah ada yang sampai kepada kepercayaan tentang adanya hari akhirat itu, semata-mata dengan jalan berpikir, antara lain Pitagoras. Filsuf ini berpendapat bahwa hidup di dunia ini merupakan bekal hidup yang abadi di akhirat kelak. Sebab itu sejak dari dunia hendaklah orang bersedia untuk hidup yang abadi.
Sokrates, Plato dan Aristoteles berpendapat, “Jiwa yang baik akan merasakan kenikmatan dan kelezatan di akhirat, tetapi bukan kelezatan kebendaan, karena kelezatan kebendaan itu terbatas dan mendatangkan bosan dan jemu. Hanya kelezatan rohani, yang betapa pun banyak dan lamanya, tidak menyebabkan bosan dan jemu.”

*Kepercayaan Masyarakat Arab Sebelum Islam tentang Hari Akhirat*
     Di antara masyarakat Arab sebelum Islam terdapat beberapa pemikir dan pujangga yang telah mempercayai adanya hari kemudian, seperti Zuhair bin Abi Sulma yang meninggal dunia setahun sebelum Nabi Muhammad saw diutus Allah sebagai rasul.
      Ada pula di antara mereka yang tidak mempercayai adanya hari kemudian. Dengarlah apa yang dikatakan oleh salah seorang penyair  mereka: “Hidup, sesudah itu mati, sesudah itu dibangkitkan lagi, itulah cerita dongeng, hai fulan.” Karena itu, datanglah agama Islam, membawa kepastian tentang adanya hari kemudian. Pada hari itu akan dihisab semua perbuatan yang telah dikerjakan manusia selama hidupnya, besar atau kecil. Allah berfirman:

ูَู…َู† ูŠَุนْู…َู„ْ ู…ِุซْู‚َุงู„َ ุฐَุฑَّุฉٍ ุฎَูŠْุฑًุง ูŠَุฑَู‡ُ (7) ูˆَู…َู† ูŠَุนْู…َู„ْ ู…ِุซْู‚َุงู„َ ุฐَุฑَّุฉٍ ุดَุฑًّุง ูŠَุฑَู‡ُ (8)

_(7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, (8) dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya_. (az-Zalzalah/99: 7-8)

     Tidak sedikit ayat di dalam Al-Qur′an yang menjelaskan bahwa di antara mereka memang banyak yang tidak percaya adanya hari akhirat; hidup  hanya di dunia, setelah itu selesai (al-An‘am/6: 29 ; al-Mu′minun/23: 37). Mereka berkata, bila seorang bapak mati, maka lahir anak, bila suatu bangsa punah, maka datang bangsa lain. Mereka tidak percaya, bahwa sesudah mati manusia masih akan hidup kembali (Hud/11: 7; al-Isra′/17: 49) dan banyak lagi ayat senada yang menggambarkan pendirian demikian. Di dalam sejarah pemikiran tercatat bahwa sejak dahulu kala banyak anggapan yang demikian itu.

‎ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃุนู„ู…… ูˆุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚ ูˆุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ู‰ ู†ุจูŠู†ุง ู…ุญู…ุฏ ูˆุขู„ู‡ ูˆุตุญุจู‡ ูˆุณู„ู…


๐Ÿ“✍️ *Dinukil oleh: _Alfaqir ilallah Mangesti Waluyo Sedjati_*

๐Ÿ“š *REFERENSI :* 
 1. Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Edisi  
       yang Disempurnakan) Juz 01,
      Departemen Agama RI, 
      diterbitkan oleh: Penerbit Lentera 
      Abadi, Jakarta, Dicetak oleh: 
      Percetakan Ikrar Mandiriabadi, 
      Jakarta, 2010

๐Ÿ•Œ *KAJIAN ISLAM & MAJELIS ILMU “BAITUL IZZAH” SIDOARJO*
*_“Mentradisikan hidup berdasarkan Al Qur'an dan As-Sunnah”_*



Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah ...