Makna khauf adalah takut, gentar, terkejut. Khouf artinya
perasaan takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau
mengganggu (lihat Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 56). Takut pada umumnya
akan membuat seseorang menjauh atau menghindar dari apa yang ditakutkan, tetapi
ada takut yang justru sebaliknya menjadikan seseorang mendekat terhadap apa
yang ia takuti ini disebut khosyiah [خَشِيَةٌ]. Adapun khosyah serupa maknanya
dengan khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus
daripada khouf karena khosyah diiringi oleh ma’rifatullah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman dalam al Qur’an Surat al Fatir [5]: 28:
dan demikian
(pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak
ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.
Dalam ayat
tersebut Allah ta’ala menyatakan bahwa diantara hamba-hamba-Nya, hanya ulama
yang takut kepada Allah, artinya bahwa orang yang takut kepada Allah ta’ala hanyalah
orang yang berilmu dan memahami kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala, khosyah
berarti rasa takut yang diiringi ma’rifatullah. Karena ulama bermakna orang artinya orang yang
memiliki ilmu, yaitu orang-orang yang mengetahui (ma’rifah) terhadap kebesaran
dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena itulah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun aku, demi Allah…
sesungguhnya aku adalah orang yang paling khosyah kepada Allah di antara kalian
dan paling bertakwa kepada-Nya.” (HR. Bukhari, 5063, Muslim, 1108) Madaarijus
Salikin,1/512, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79). Ar Raaghib
berkata: Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan pengagungan.
Mayoritas hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan terhadap sesuatu yang
ditakuti… (Al Mufradaat hal 149, dinukil dari Hushuulul Ma’muul,
hal. 89). Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan untuk bisa menjadikan
seseorang memiliki sifat khauf [takut kepada Allah] dibutuhkan ilmu atau
pemahaman.
Sedangkan lawan
dari khauf [takut] adalah rasa aman atau mapan. Dalam hal ini rasa aman yang
dimaksud adalam merasa diri aman dari pantauan ataupun ancaman dari siksa atau
azab Allah sehingga tidak ada upaya perbaikan pada dirinya. Khauf ini sangat
penting dalam perjalanan keimanan seseorang, karena rasa khauf akan menjadi
alat control seseorang dalam kehidupannya agar senantiasa selalu menjaga dirnya
agar tidak jatuh dalam ancaman [tandzir] Allah. Rasa khauf akan menjadikan
seseorang untuk melakukan muhasabah [evaluasi] dalam kehidupannya. Orang-orang
shalih selalu mencari kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan
ibadah, mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan
terhadap rahmat-Nya dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi
rasa takut tertimpa azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa
khawatir dan takut tertimpa hukuman-Nya (lihat Al Jadiid, hal. 71)
Dalam al Qur’an
Surat al Ahzab [33]: 39, Allah berfirman:
(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun)
selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.
Adalah sebuah
konsekuensi takutnya seseorang kepada Allah maka sebaliknya ini akan
menimbulkan sikap berani. Artinya takutnya kepada Allah akan menjadikan
seseorang tidak takut terhadap apapun selain Allah Ta’ala. Allah menyebutkan
orang yang mempunyai sikap tersebut adalah para mubaligh, yaitu para penyampai
syari’at-syari’at ilahi, yaitu para rasul dan pengikutnya. Para penyampai
risalah ilahi ini akan teruji sikap khauf-nya manakala dalam menyampaikan
risalah-risalah tersebut mendapatkan tentangan, halangan dan bahkan ancaman.
Para Rasul dan pengikutnya telah teruji konsistensinya untuk hanya takut kepada
Allah dari pada ancaman-ancaman manusia yang menghalang jalan dakwah.
Kesimpulan dari
sikap khauf ini bahwa khauf akan
menjadikan kebaikan karena ia akan memunculkan dua sikap positif yaitu:
1.
Intstropeksi
2.
Evaluasi.
dan tidaklah
Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan
memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati [al An’am
[6]: 48].
Dalam ayat
tersebut Allah menyatakan bahwa bisa merasa aman jika termasuk dalam golongan
orang yang mukminun dan mushlihun, artinya yang senantiasa dalam keimanan dan
melakukan perbaikan dalam hidupnya, mengadakan perbaikan berarti melakukan amal
saleh untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan
yang dilakukan juga memperbaiki dalam arti menyebarkan risalah ilahi akan
tercipta kebaikan-kebaikan pada dirinya, keluarganya, sanak kerabat dan
masyarakat.
Sesungguhnya
mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang
beriman [QS. Ali Imran [3]: 175].
Takutnya
seseorang kepada Allah akan menegasi [menghilangkan] ketakutan selain
kepada-Nya. Ketakutan atau kekhawatiran yang mengancam seseorang ketika hendak
mematuhi Allah dan Rasul-Nya, ketika hendak melakukan perbaikan [amal saleh],
ketika hendak memperbaiki diri, keluarga maupun masyarakat adalah sekedar
gertak sambal syetan, maka Allah memperingatkan orang beriman agar segera
menghapus rasa takut itu ‘falaa takhofuhum’ jangan takut pada mereka [-kalimat
larangan], ‘wa khofuuni’ –dan takutlah kepada-Ku [kalimat perintah], in
kuntum mukminin –jika kalian mukmin, artinya keduanya [tidak takut kepada
selian Allah dan takut kepada Allah] adalah syarat seseorang disebut sebagai
mukmin.
Ayat diatas menerangkan
bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh merasa takut kepada para wali
syaithan dan juga tidak boleh takut kepada manusia sebagaimana Allah ta’ala
nyatakan, “Janganlah kamu takut kepada manusia dan takutlah kepada-Ku.”
(QS. al-Maa’idah: 44) Rasa takut kepada Allah diperintahkan sedangkan takut
kepada wali syaithan adalah sesuatu yang terlarang (Majmu’ Fatawa, 1/57
dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 78)
Syaikhul Islam
berkata: “Khouf yang terpuji adalah yang dapat menghalangi dirimu dari
hal-hal yang diharamkan Allah. “Sebagian ulama salaf mengatakan: “Tidaklah
seseorang terhitung dalam jajaran orang yang takut (kepada Allah) sementara
dirinya tidak dapat meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan.” (Al Mufradaat fii
Ghariibul Qur’an hal. 162 dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79).
Makna yang
senada Allah juga menjelaskannya dalam QS. Al An-am [6]: 48:
dan tidaklah
Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan
memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
Macam-macam khouf
Syaikh Al
‘Utsaimin menjelaskan, Takut itu ada tiga macam:
1. Khouf
thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam,
maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela…. akan tetapi apabila
rasa takut ini …. menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang
diharamkan maka hal itu haram.
2. Khouf
ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya
tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali
ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah
adalah syirik akbar.
3. Khouf
sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada
di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia
merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari
syirik. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57)
2 comments:
syukron jaziilan (:
sukran
Post a Comment