1/27/2012

Khauf [خَوْفٌ]


Makna khauf adalah takut, gentar, terkejut. Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau mengganggu (lihat Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 56). Takut pada umumnya akan membuat seseorang menjauh atau menghindar dari apa yang ditakutkan, tetapi ada takut yang justru sebaliknya menjadikan seseorang mendekat terhadap apa yang ia takuti ini disebut khosyiah [خَشِيَةٌ]. Adapun khosyah serupa maknanya dengan khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus daripada khouf karena khosyah diiringi oleh ma’rifatullah ta’ala. Allah ta’ala berfirman dalam al Qur’an Surat al Fatir [5]: 28:

dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Dalam ayat tersebut Allah ta’ala menyatakan bahwa diantara hamba-hamba-Nya, hanya ulama yang takut kepada Allah, artinya bahwa orang yang takut kepada Allah ta’ala hanyalah orang yang berilmu dan memahami kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala, khosyah berarti rasa takut yang diiringi ma’rifatullah.  Karena ulama bermakna orang artinya orang yang memiliki ilmu, yaitu orang-orang yang mengetahui (ma’rifah) terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun aku, demi Allah… sesungguhnya aku adalah orang yang paling khosyah kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya.” (HR. Bukhari, 5063, Muslim, 1108) Madaarijus Salikin,1/512, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79). Ar Raaghib berkata: Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan pengagungan. Mayoritas hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan terhadap sesuatu yang ditakuti… (Al Mufradaat hal 149, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 89). Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan untuk bisa menjadikan seseorang memiliki sifat khauf [takut kepada Allah] dibutuhkan ilmu atau pemahaman.
Sedangkan lawan dari khauf [takut] adalah rasa aman atau mapan. Dalam hal ini rasa aman yang dimaksud adalam merasa diri aman dari pantauan ataupun ancaman dari siksa atau azab Allah sehingga tidak ada upaya perbaikan pada dirinya. Khauf ini sangat penting dalam perjalanan keimanan seseorang, karena rasa khauf akan menjadi alat control seseorang dalam kehidupannya agar senantiasa selalu menjaga dirnya agar tidak jatuh dalam ancaman [tandzir] Allah. Rasa khauf akan menjadikan seseorang untuk melakukan muhasabah [evaluasi] dalam kehidupannya. Orang-orang shalih selalu mencari kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah, mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan takut tertimpa hukuman-Nya (lihat Al Jadiid, hal. 71)
Dalam al Qur’an Surat al Ahzab [33]: 39, Allah berfirman:

(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.
Adalah sebuah konsekuensi takutnya seseorang kepada Allah maka sebaliknya ini akan menimbulkan sikap berani. Artinya takutnya kepada Allah akan menjadikan seseorang tidak takut terhadap apapun selain Allah Ta’ala. Allah menyebutkan orang yang mempunyai sikap tersebut adalah para mubaligh, yaitu para penyampai syari’at-syari’at ilahi, yaitu para rasul dan pengikutnya. Para penyampai risalah ilahi ini akan teruji sikap khauf-nya manakala dalam menyampaikan risalah-risalah tersebut mendapatkan tentangan, halangan dan bahkan ancaman. Para Rasul dan pengikutnya telah teruji konsistensinya untuk hanya takut kepada Allah dari pada ancaman-ancaman manusia yang menghalang jalan dakwah.
Kesimpulan dari sikap khauf ini bahwa khauf akan  menjadikan kebaikan karena ia akan memunculkan dua sikap positif yaitu:
1.            Intstropeksi
2.            Evaluasi. 


dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati [al An’am [6]: 48].

Dalam ayat tersebut Allah menyatakan bahwa bisa merasa aman jika termasuk dalam golongan orang yang mukminun dan mushlihun, artinya yang senantiasa dalam keimanan dan melakukan perbaikan dalam hidupnya, mengadakan perbaikan berarti melakukan amal saleh untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan juga memperbaiki dalam arti menyebarkan risalah ilahi akan tercipta kebaikan-kebaikan pada dirinya, keluarganya, sanak kerabat dan masyarakat.
  
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman [QS. Ali Imran [3]: 175].
Takutnya seseorang kepada Allah akan menegasi [menghilangkan] ketakutan selain kepada-Nya. Ketakutan atau kekhawatiran yang mengancam seseorang ketika hendak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, ketika hendak melakukan perbaikan [amal saleh], ketika hendak memperbaiki diri, keluarga maupun masyarakat adalah sekedar gertak sambal syetan, maka Allah memperingatkan orang beriman agar segera menghapus rasa takut itu ‘falaa takhofuhum’ jangan takut pada mereka [-kalimat larangan], ‘wa khofuuni’ –dan takutlah kepada-Ku [kalimat perintah], in kuntum mukminin –jika kalian mukmin, artinya keduanya [tidak takut kepada selian Allah dan takut kepada Allah] adalah syarat seseorang disebut sebagai mukmin.
Ayat diatas menerangkan bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh merasa takut kepada para wali syaithan dan juga tidak boleh takut kepada manusia sebagaimana Allah ta’ala nyatakan, “Janganlah kamu takut kepada manusia dan takutlah kepada-Ku.” (QS. al-Maa’idah: 44) Rasa takut kepada Allah diperintahkan sedangkan takut kepada wali syaithan adalah sesuatu yang terlarang (Majmu’ Fatawa, 1/57 dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 78)
Syaikhul Islam berkata: “Khouf yang terpuji adalah yang dapat menghalangi dirimu dari hal-hal yang diharamkan Allah. “Sebagian ulama salaf mengatakan: “Tidaklah seseorang terhitung dalam jajaran orang yang takut (kepada Allah) sementara dirinya tidak dapat meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan.” (Al Mufradaat fii Ghariibul Qur’an hal. 162 dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79).
Makna yang senada Allah juga menjelaskannya dalam QS. Al An-am [6]: 48:

dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.

Macam-macam khouf
Syaikh Al ‘Utsaimin menjelaskan, Takut itu ada tiga macam:
1. Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela…. akan tetapi apabila rasa takut ini …. menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram.
2. Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar.
3. Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57)












Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah ...