JAKARTA (VoA-Islam) - Hadits Rasulullah Saw
menyatakan, bahwa umat Islam akan terbagi menjadi 73 golongan, dan yang
selamat hanya satu. Hadits ini kemudian dijadikan alasan normatif,
seolah umat Islam tidak dapat bersatu.
Menarik, membaca buku yang ditulis Ketua Umum Partai Bulan Bintang, MS. Ka’ban berjudul “Syariat Islam Sah Diterapkan di Indonesia: Solusi Problem Bangsa” , terutama dalam bab yang membahas “Konsolidasi Umat”.
Menurut Ka’ban, sebuah realita yang tak dipungkiri, betapa umat Islam
Indonesia tidak mempunyai satu ritme gerakan untuk melaksanakan agenda
umat melawan musuh bersama Islam.
Atau jangan-jangan musuh bersama (common enemy) itu tidak pernah terpikirkan oleh umat Islam, sehingga justru yang menjadi musuh adalah kelompok Islam lain.
“Sinergitas antar gerakan Islam tidak tampak dan yang muncul adalah
egoisme kelompok, seolah hanya dengan kelompoknya sendiri seluruh
persoalan umat Islam dapat dipecahkan,” ungkap Ka’ban.
Disamping gerakan Islam lemah dalam konsolidasi, lanjut Ka’ban,
mereka juga lemah dalam menyusun strategi gerakan, sehingga tidak
efektif dalam mengusung agenda Islam.
Gerakan Islam lebih tertarik membuat program yang bisa memperbesar
anggota ketimbang program yang langsung menyentuh persoalan umat.
Sehingga program pemberdayaan masyarakat, advokasi terhadap mereka yang
tertindas atau membangun kekuatan ekonomi serta politik umat Islam
menjadi terlupakan.
Gerakan Islam juga lebih cenderung hanya bisa membuat “kerumunan”
ketimbang gerakan efektif yang langsung bisa menembak sasaran dengan
tepat. Akibatnya, beberapa agenda gerakan Islam itu hanya efektif di
tingkat isu, tetapi tidak terasa di tingkat aplikasi kongkritnya.
Marilah bertanya jujur, siapa yang mengendalikan negeri ini? Umat
Islam kah, atau umat Islam hanya menjadi sekedar komoditi untuk
diperjual-belikan. Dalam bidang politik, siapa yang berkuasa? Mereka
memang beragama Islam, tetapi apakah mereka dengan serius melaksanakan
agenda gerakan Islam?
Keadaan semakin diperparah, saat politik pecah belah dan adu domba
dihembuskan Barat. Perpecahan itu, bahkan sampai di tingkat lokal dan
akar rumput. Akibatnya, Umat Islam menjadi saling curiga antara satu
kelompok dengan kelompok lain, sampai terjadi konflik yang
berdarah-darah.
Perbedaan furuiyah, manhaj gerakan, manhaj dakwah dan tarbiyah dijadikan
lahan subur untuk saling menafikan, bahkan mengkafirkan. Perbedaan ini
kian terasa panas jika sudah memasuki wilayah politik.
“Disinilah pentingnya konsolidasi umat Islam agar kondisi umat Islam
tidak semakin parah. Konsolidasi gerakan yang dimaksud adalah sinergitas
antar gerakan Islam , walaupun masing-masing bergerak dengan cara dan
strateginya sendiri. Sehingga diantara gerakan Islam bisa saling
melengkapi dan menyempurnakan,” ungkap Ka’ban.
Menurutnya, konsolidasi pemahaman dilakukan melalui cara-cara
silaturahim dialogis yang intensif antara gerakan Islam yang membahas
tentang topik persoalan umat, bukan membahas perbedaan khilafiyah antar
mereka.
Dari konsolidasi ini muncul rumusan tentang common enemy
(musuh bersama) umat Islam yang dihadapi dengan terencana, sistemik, dan
sinergis antar gerakan Islam. Dari konsolidasi ini pula akan terkikis
saling curiga.
Ingat, dulu Masyumi tercatat dalam sejarah sebagai organisasi politik
yang bisa menjadi tempat berteduh seluruh unsur umat Islam.
Tokoh-tokoh di dalamnya (Masyumi), seperti: Burhanuddin Harahap,
Sjafrurrin Prawiranegara, Prawoto Mangkusasmito, Kasman Singo Dimedjo,
Hamka, Muhammad Natsir dan sebagainya, berusaha menerjemahkan Islam ke
dalam kerangka kekuasaan.
Dan mereka pernah mengagendakan penerapan Islam sebagai inti
perjuangan mereka.Tapi itu sudah berlalu dan tergerus. Perjuangan mereka
itu harus kita lanjutkan. Desastian
(http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/06/22/19595/refleksi-gerakan-islam-tuntutan-sinergis-untuk-rumuskan-musuh-bersama/)
No comments:
Post a Comment