7/21/2012

Mengapa Muhammadiyah memilih Metode Hisab?


Muhammadiyah, seperti dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, digunakan hisab untuk penetapan awal bulan kamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Majelis Tarjih dan Tajdid tidak menggunakan rukyat. Setelah Majelis Tarjih PDM Kota Yogyakarta menelusuri literatur dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, setidaknya ada beberapa alasan mengapa Muhammadiyah lebih memilih menggunakan Hisab dalam menentukan awal bulan kamariyah, termasuk di dalamnya awal bulan Ramadhan.

Alasan Penggunaan Hisab
Alasan penggunaan hisab dalam Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1.       Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 5:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ (الرحمن:5)
        Artinya: Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan

2.       Al-Qur’an Surat Yunus ayat 5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ (يونس:5)
        Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).

3.       Hadis al-Bukhari dan Muslim,
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم] .
        Artinya: Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah [HR al-Bukhari, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim].

4.       Hadis tentang keadaan umat yang masih ummi, yaitu sabda Nabi saw,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لا نَكْتُبُ ولا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلاثِينَ [رواه البخاري ومسلم].
        Artinya: Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari [HR al-Bukhari dan Muslim].

Dalam Muhammadiyah digunakan hisab hakiki wujudul hilal. Arti hisab hakiki adalah bahwa penanggalan didasarkan kepada gerak sebenarnya (hakiki / sesungguhnya) dari Bulan. Hisab hakiki berbeda dengan hisab urfi, yang tidak mendasarkan pada gerak sebenarnya dari Bulan, sehingga antara hisab urfi dan gerak Bulan tidak selalu sejalan, terkadang hisab urfi mendahului dan terkadang terlambat. Wujudul hilal artinya keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam setelah terjadinya konjungsi. Jadi hisab hakiki wujudul hilal itu menetapkan bulan baru dengan tiga kriteria, yaitu:
a.       telah terjadi ijtimak (konjungsi), yaitu tercapainya satu putaran sinodis Bulan mengelilingi bumi,
b.       ijtimak terjadi sebelum terbenamnya matahari, dan
c.        pada saat matahari terbenam Bulan berada di atas ufuk. 

Apa yang dikemukakan di atas adalah alasan syar‘i. Sedangkan alasan astronomis adalah:

1)       Rukyat tidak dapat dijadikan landasan untuk membuat kalender, karena dengan rukyat, awal bulan baru bisa diketahui pada H-1, dan rukyat tidak bisa meramal tanggal jauh ke depan sehingga tidak mungkin membuat penjadwalan waktu.
2)       Rukyat tidak bisa menyatukan tanggal di seluruh dunia karena rukyat terbatas jangkauannya. Rukyat hanya bisa dipedomani pada kawasan normal, yaitu kawasan di bawah garis 60º LU dan di atas garis 60º LS. Kawasan di luar itu adalah tidak normal karena munculnya Bulan akan terlambat. Di kawasan Lingkaran Artika dan Lingkaran Antartika pada musim dingin yang bisa dilihat hanya Bulan purnama dan Bulan cembung. Bulan sabit berada di bawah ufuk selama musim dingin.
3)       Rukyat akan membelah kawasan muka bumi menjadi dua bagian, yaitu kawasan yang bisa merukyat dan kawasan yang pada sore yang sama tidak bisa merukyat yang berakibat terjadinya perbedaan memasuki bulan baru. Kawasan yang sudah bisa merukyat hilal memasuki bulan baru pada malam itu dan keesokan harinya, sementara kawasan yang tidak bisa melihat hilal pada sore tersebut memasuki bulan baru lusa. Rukyat akan senantiasa membelah muka bumi, sehingga mustahil menyatukan awal bulan kamariah berdasarkan rukyat. Berikut ini adalah peta kurve rukyat Syawal 1428 H (11 Oktober 2007 M) berdasarkan kriteria rukyat ‘Audah.


Kurve rukyat Syawal 1428 H (11 Oktober 2007 M).



Garis A adalah garis terbenamnya Matahari dan Bulan bersamaan. Sedangkan kurve B menunjukkan bahwa kawasan di dalam kurve B tersebut bisa merukyat hilal Syawal pada sore Kamis 11 Oktober 2007. Tampak bahwa hilal Syawal terlihat di kawasan kecil di selatan benua Amerika Latin, yaitu beberapa daerah di Cile, sementara di ibukota Santiago sendiri hilal Syawal tidak dapat dilihat. Pada kawasan dunia lainnya hilal syawal 1428 (2007) tidak dapat dirukyat pada hari tersebut. Keadaan ini memaksa dunia memasuki 1 Syawal 1428 H pada hari yang berbeda.
4)       Atas dasar itu, maka pada tahun tertentu, rukyat akan memaksa umat Islam di dunia untuk melaksanakan puasa Arafah pada hari yang berbeda dengan hari terjadinya wukuf di Arafah (Mekah) secara riil. Sebagai contoh adalah Zulhijah 1431 H. Pada sore Sabtu (hari konjungsi) 06 November 2010 M, di Mekah tinggi (titik pusat) Bulan geosentrik saat Matahari terbenam baru mencapai setengah derajat (0,5º). Tinggi toposentrik malah masih minus. Itu artinya Mekah akan menggenapkan Bulan Zulkaidah 30 hari dan akan memulai tanggal 1 Zulhijah 1431 H pada hari Senin 08 November 2010 M dan hari Arafah akan jatuh pada hari Selasa 16 November 2010 M. [Catatan: di Mekah rukyat selalu tidak akurat, sering terjadi klaim rukyat padahal Bulan masih di bawahg ufuk sebagaimana kasus-kasus beberapa tahun belakangan]. Sementara itu di bagian selatan benua Amerika Latin hilal Zulhijah insya Allah terlihat pada hari Sabtu 06 November 2010 H apabila langit cerah. Di ibukota Cile, Santiago, tinggi Bulan geosentrik adalah 09º 49’ 35”. Itu artinya bahwa sebagian besar masyarakat Muslim Amerika Latin akan memasuki 1 Zulhijah pada hari Ahad 07 November 2010 M dan hari Arafah akan jatuh pada hari Senin 15 November 2010 M. Jadi timbul perbedaan hari mengerjakan puasa Arafah antara Mekah dan Amerika Latin. Pertanyannya kapan orang Muslim di sana melaksanakanpuasa Arafah: pada hari Senin sesuai penanggalan mereka? Padahal di Mekah belum terjadi wukuf karena wukuf baru keesokan harinya (Selasa). Atau mereka menunda satu hari, menunggu wukuf hari Selasa di Mekah, tapi itu adalah hari Idul Adha bagi mereka (tanggal 10 Zulhijah). Inilah problem penanggalan yang ditimbulkan oleh rukyat.
Contoh lain adalah Zulhijah 1455 (Februari 2034 M). Sore Ahad 19 Februari 2009 M, hilal Zulhijah diperkirakan dapat dilihat di Mekah. Konjungsi terjadi hari Ahad 19-02-2034 M pukul 02:10 Waktu Mekah dan tinggi Bulan geosentrik saat matahari terbenam sore Ahad adalah 07º 34’ 26”. Ini artinya Mekah memulai 1 Zulhijah 1455 H pada hari Senin 20 Februari 2034 M dan arafah jatuh pada hari Selasa 28 Februari 2034 M. Sementara di Yogyakarta tinggi geosentrik titik pusat Bulan baru mencapai 03º 29’ 30” (tinggi toposentrik 02º 29’ 49”). Menurut kriteria Istambul dan ‘Audah, tinggi Bulan demikian belum memungkinkan untuk dapat dirukyat. (Catatan: di Indonesia tinggi 2º saja dianggap telah dapat dirukyat, dan ini tidak sesuai dengan kriteria internasional). Jadi rukyat akan memaksa Indonesia memasuki Zulhijah 1455 H (2034 M) pada hari berbeda dan akan menimbulkan problem pelaksanaan puasa Arafah. Jadi rukyat tidak dapat menyatukan kalender Islam dan sebaliknya memaksa memasuki bulan kamariah baru pada hari berbeda sehingga timbul problem anatara lain pelaksanaan puasa Arafah.
                Dengan alasa-alasan di atas, maka tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan hisab. Menyadari hal ini, maka Temu Pakar II yang diselenggrakan oleh ISESCO di Maroko tahun 2009 menegaskan bahwa pemecahan problem penetapan bulan kamariah tidak dapat dilakukan kecuali berdasarkan penggunaan hisab.    


No comments:

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah ...