Kematian Rasulullah SAW adalah peristiwa yang mengguncang kaum Muslimin. Namun yang menarik, para sahabat tidak langsung menguburkan jenazah beliau, tetapi lebih dahulu berunding untuk menentukan siapa yang akan menjadi pengganti Rasulullah dalam memimpin umat. Ini menunjukkan betapa penting dan mendesaknya persoalan kepemimpinan (imamah/khalifah) dalam Islam. Tanpa pemimpin, umat akan tercerai berai, kehilangan arah, dan mudah dipermainkan oleh kekuatan luar maupun hawa nafsu dari dalam.
Istilah Kepemimpinan dalam Al-Qur’an dan Maknanya
Dalam Al-Qur'an dan hadits, kepemimpinan disebut dengan beberapa istilah, antara lain:
-
Imam (إمام)
Secara bahasa berarti "yang diikuti". Dalam Al-Qur’an, istilah ini digunakan untuk menunjukkan sosok teladan yang memimpin umat."Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu dia melaksanakannya. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia."
(QS. Al-Baqarah: 124)Imam di sini berarti pemimpin yang ditaati dan dijadikan panutan dalam menjalankan agama dan urusan dunia.
-
Ulil Amri (أُولِي الْأَمْرِ)
Merujuk pada orang-orang yang memiliki otoritas dalam urusan umat, baik pemimpin politik maupun ulama."Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu."
(QS. An-Nisa: 59)Ulil Amri mencakup kepemimpinan kolektif, seperti pemimpin negara dan tokoh keagamaan, yang otoritasnya berasal dari syariat dan maslahat umat.
-
Amir (أمير)
Bermakna "komandan" atau pemimpin dalam urusan militer dan administratif. Rasulullah SAW menyebutkan,"Apabila tiga orang keluar dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu sebagai amir (pemimpin)."
(HR. Abu Dawud)Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan diperlukan bahkan dalam lingkup terkecil.
-
Khalifah (خليفة)
Berarti "pengganti". Ini mengandung makna representasi manusia atas amanah dari Allah untuk memakmurkan dan menegakkan keadilan di muka bumi."Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
(QS. Al-Baqarah: 30)Dalam konteks sejarah, istilah khalifah digunakan untuk menyebut para pemimpin umat pasca Rasulullah SAW.
Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Pemimpin
Menurut Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, kepemimpinan dalam Islam adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) untuk menjaga agama dan mengatur dunia dengan nilai-nilai Islam. Fungsi utama pemimpin meliputi:
-
Menjaga agama dan menegakkan hukum-hukum syariat.
-
Menegakkan keadilan, memberikan hak kepada yang berhak.
-
Menjaga keamanan, baik dari ancaman luar maupun kezaliman dalam negeri.
-
Mengelola harta negara (baitul mal) dan mendistribusikannya dengan adil.
-
Mengatur urusan umat, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan diplomasi.
Imam Al-Ghazali dalam Al-Iqtisad fi al-I'tiqad menyatakan:
“Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah pondasinya, dan kekuasaan adalah penjaganya. Apa yang tidak memiliki penjaga akan hancur, dan apa yang tidak memiliki pondasi akan runtuh.”
Bahaya dan Dampak Umat Tanpa Kepemimpinan
Ketiadaan pemimpin dalam suatu umat akan menimbulkan kekacauan, perpecahan, dan lemahnya kewibawaan syariat. Dalam hadits disebutkan:
"Barang siapa mati dalam keadaan tidak memiliki bai'at kepada seorang imam (pemimpin), maka ia mati dalam keadaan jahiliyah."
(HR. Muslim)
Tanpa pemimpin:
-
Umat kehilangan arah dan visi bersama.
-
Syariat tidak bisa ditegakkan secara institusional.
-
Potensi umat tercerai-berai oleh kepentingan pribadi dan kelompok.
-
Musuh mudah masuk dan melemahkan dari dalam.
Persatuan, Strategi, dan Kekuatan
Pemimpin adalah simbol persatuan. Ia mengarahkan umat kepada satu visi yang terarah. Dalam pertempuran Uhud, kekalahan kaum Muslimin bukan karena lemahnya kekuatan fisik, tetapi karena ketidaktaatan terhadap instruksi pemimpin (Rasulullah). Ini menunjukkan pentingnya strategi, komando, dan ketaatan dalam barisan umat.
Kepemimpinan adalah kesempurnaan agama
Islam menempatkan kepemimpinan sebagai tiang penyangga peradaban. Ia bukan sekadar posisi administratif, tetapi bagian dari sistem ketatanegaraan Islam yang wajib ditegakkan untuk menjaga agama dan kemaslahatan umat. Tanpa kepemimpinan, syariat tidak akan tegak sempurna, dan umat akan kehilangan arah. Oleh karena itu, menegakkan kepemimpinan yang adil, amanah, dan syar’i adalah bagian dari ibadah kolektif umat.
Referensi:
-
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah
-
Al-Ghazali, Al-Iqtisad fi al-I’tiqad
-
Ibnu Taimiyah, As-Siyasah As-Syar’iyyah
-
Tafsir Al-Qur’anul Karim, Ibnu Katsir
-
Shahih Muslim, 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘐𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩
No comments:
Post a Comment