2/28/2008

Atas nama-Mu aku !

Oleh : S. Rijalullah

Muqadimah
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Rabb yang memiliki 'arasy yang agung". (at-Taubah ayat 128129)

Penjelasan
Bismillahirrahmanirrahim, Atas nama Allah Yang maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bismillahirrahmanirrahim ini termaktub disetiap permulaan Surah dalam Al-Qur'an. Kecuali pada awal Surah At-Taubah atau Al Bara'ah. Basmallah diulang-ulang sebanyak 114 kali, 113 pada awal Surah dan satu terdapat dalam surah An-Naml ayat 30.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui batas suatu surah, kecuali diturunkan Bismilahirrahmanirrahim. (HR Abu Daud).
Para Ahli Tafsir berpendapat- (1) Basmallah merupakan ayat pertama dari setiap Surah atau merupakan permulaan tanda permulaan Surah. (3) Basmallah merupakan ayat pertama pada Surah Al-Fatihah dan bukan pada Surah-surah yang lainnya.
Ditinjau dari sudut tafsir, Aku melakukan perbuatan atas nama-Nya, untuk-Nya dan bukan untukdiriku sendiri. Dengan tujuan memohon kekuatan, pertolongan dan kesempurnaan amal perbuatan dari-Nya. Makna yang demikian telah dikenal dikalangan bangsa­-bangsa di dunia. Yaitu bila seseorang melakukan sesuatu pekerjaan untuk seseorang penguasa, yang tidak berkaitan dengan dirinya, dia akan berkata; Saya lakukan perbuatan ini atas-nama Fulan (ia sebutkan nama penguasa tsb).
Dengan demikian atas-nama (bismi) terkandung maksud didalamnya, kata-kata Aku dan perbuatan. Dalam bahasa Arab yang demikian itu disebut Taqdir (penetapan maksud). Tercakup didalamnya Objek dan Predikat yang mengucapkannya, Penentuan Maksud (takdir)
Para Ahli tafsir telah memberikan taqdir untuk Bismillahirrahmanirrahim ini dengan fiil (kata kerja) ataupun ism (objek, Predikat). Seperti; Aku memulai pekerjaan ini atas nama Allah. Kata aku memulai, ialah menggunakan kata kerja. Dan atas nama Allah dimulai pekerjaan ini kata dimulai menggunakan kata ism. Demikianlah apa yang tertulis dalam kitab tafsir.
Selanjutnya mari kita coba perhatikan tiga ayat yang berkaitan dengan atas-nama ini, agar dapat kita mengerti lebih jelas mengenai taqdir atas-nama Allah tersebut
a. Dalam Al-Alaq ayat : "Bacalah! Atas nama Rabbmu yang telah menciptakan manusia. Itu mengandung arti: aku membaca atas nama Pencipta, bukan atas namaku pribadi sendiri. Bacaanku atas petunjuk dan perintah-Nya. Membaca dan melakukan pembacaan disini bermakna ta'abbud (beribadah)
b. Dalam Hud ayat 41: "Dan Nuh AS berkata. Naiklah kamu sekalian kedalamnya (bahtera) atas nama Allah diwaktu berlayarnya dan berlabuhnya. Sesunguhnya Rabbku benar-benar Maha Penyayang" Artinya pelayaran bahtera Nabi Nuh AS adalah petunjuk perintah Allah bukan atas kehendak pribadinya sendiri, Didalamya terkandung makna isti'anah (mohon pertolongan) dalam talab al-hidayah) (mohon petunjuk).
c. Dalam An-Naml ayat 30: "Sesungguhnya warkah ini dari Nabi Sulaiman AS, dan itu atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Mana Penyayang". Maknanya surat yang dikirim Nabi Sulaiman AS bukan surat pribadi, melainkan perintah Allah untuk mengajak kepada Islam. Mengesakan Allah dan meninggalkan kemusyrikan dalam menjalankan pemerintahan Itu mengandung arti Taabbud. Isti'anah dan talab al-Hidayah.
Demikianlah tiga ayat dalam Al-Qur'an dengan atas nama Allah 'azza wa jalla yang taqdirnya berkaitan dengan perbutan manusia. Semua Ta'abbud, Isti'anah dan Talab al-Hidayah hanya ditujukan kepada Allah 'Azza wa JalIa. Yaitu berdasarkan petunjuk wahyu. Bukan dari diri pribadi manusia. Dari sini juga kita dapat faham arti wahyu dalam konteks istilah Al-Qur'an. yaitu petuniuk yang datangnya dari Allah Azza wa jalla. Selain daripada itu adalah al-Hawa.

Tauhid Rububiyah, Mulkiyah, dan Uluhiyyah
Tauhid artinya mengesakan lawan katanya syirik (menyekutukan). Tauhid Rububiyah berarti; mengesakan Allah sebagai Rabb; Pengatur. Pentadbir. Dan Dia mempunyai aturan (Rububiyah). Aturan-Nya itulah yang disebut wahyu. Tegasnya Al-Qur'an. Tauhid Rububiyah ialah mengesakan Al-Qur'an saja yang dijadikan aturan (hukum) dalam kehidupan di dunia ini dan dijadikan sumber hukum. Dalam surah Al­ Fatihah ayat 2 dikatakan "Segala puji kepunyaan Allah Pengatur (Rabb) alam semesta" dan "Katakanlah aku berlindung kepada Pengatur (Rabb) manusia" (An-Nas :1).
Selanjutnya tauhid Mulkiyah, artinya mengesakan Allah sebagai Malik (Raja), Penguasa yang kekuasaan­-Nya (Mulkiyah) meliputi seluruh alam semesta. Dalam al Qur'an termaktub "Penguasa, Raja; (Malik) hari pernbalasan". (QS, 1:3) dan aku berlindung kepada penguasa, Raja (Malik) manusia (An Nas: 2). Dalam kitab-kitab tauhid (usuludin) atau aqidah. jarang kita jumpai pembahasan tauhid mulkiyah ini biasanya yang dibahasakan hanya tauhid zat dan sifat sahaja. Tetapi bila kita perhalus maka kita akan ketahui apa yang dimaksudkan dengan zat dan sifat itu adalah menunjukkan Mulkiyah Allah.
Dan Tauhid Uluhiyyah artinya mengesakan Allah dalam peribadatan (illah sebagai Ma'bud). Hanya Dia yang diibadati. Termaktub dalam al Qur'an: "Hanya kepada Engkau (Allah) kami beribadat (QS, 1:4) dan "Aku berlindung kepada Illah (Ma'bud) manusia (QS, An Nas : 3) dan selanjutnya dapat dilihat ayat-ayat pada QS 73:10, 18:50-51, 60:4, 25:1-3, 4:97, 4:140, 4:60, 8:72-73, 2:256-257 dan 9:71.
Manusia sebagai makhluk Allah (QS, Ar Rahman: 3), hamba Allah yang bertauhid yang telah ditentukan hidup di atas bumi (QS: 2:36) hendaklah menjadikan Al-Qur'an, wahyu sebagai satu-satunya petunjuk manjalankan hidup dan kehidupan. Dan di bumi Allah, ini kita tegakkan kerajaan (Mulkiyah) Allah dengan melaksanakan hukum (Rububiyah) Allah, sesuai dengan tujuan dijadikannya manusia untuk beribadat (QS. Az Zariyat:56).
Hukum Allah (Rububiyah) hanya dapat sempurna tegak dengan adanya Kerajaan (Mulkiyah) Allah di atas bumi, dilaksanakan oleh hamba Allah Dengan demikian Rububiyah, Mulkiyahan, Uluhiyah merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tegasnya hukum/syariat (Rububiyah), Pemerintahan/ulil Amr (Mulkiyah) dan hamba/umat/rakyat yang beribadat (Uluhiyah) menjadi satu dalam beraqidah. Inilah tauhid yang lurus dan murni yang dibawa oleh para rasul sejak Nabi Adam AS sampai kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Ta'abud, isti'anah dan Talab al Huda
Sabda Rasulullah SAW: "Allah tidak menurunkan dalam Kitab Taurat dan Kitab Injil seperti Ummul Qur'an yaitu As Sab'ul Masany. -Dan itu terbagi menjadi dua bagian. Bagiku (Allah) dan bagi hambaku dan bagi hambaku apa yang mereka tuntut" (HR At Tirmidzi).
Pada awal Surat Al Fatihah Allah Azza wa jalla telah menegaskan akan keesaan-Nya atau l. Tauhid Rububiyah, Tauhid Mulkiyah dan Tauhid Uluhiyah inilah bahagian yang semata-mata kepunyaan Allah, di mana makhluk tidak bersekutu didalamnya. Adapun yang dituntut dari bahagian manusia ialah pengkhususan yang tergambar jelas dalam kata-kata hanya pada-Mu (Iyyaka) pada ayat berikutnya.
Kata-kata hanya padaMu kami beribadat. Mengkhususkan Allah sebagai yang diibadati (Ta'abbud). Disini Disini mengesakan Allah dalam I'tikad, perkataan dan perbuatan (amal) dan hanya akan sempurna bila disertai dengan pengkhususan isti'anah; dalam memohon pertolongan "hanya pada-Mu kami memohon pertolongan" (QS, 1:5) dan talab al hidayah: "Tunjukkan kami jalan yang lurus" (QS, 1-6). Perbuatan itu menunjukkan seorang hamba itu bertaqwa serta bertawakal hanya semata­-mata kepada Allah Jalla wa 'Ala.
Bila diteliti lebih jauh, kita dapati ta'abud seorang hamba sangat berkaitan erat dengar Tauhid Uluhiyah, dan isti'anah berkaitan dengan Tauhid Mulkiyah dalam artian menegakkan Mulkiyah Allah di bumi ini yang berupa kekuasaan atau pemerintahan yang bertujuan untuk dapat menyempurnakan pelaksanaan hukum-hukum-Nya dimuka bumi. Dan dapat menghindarkan dari terjerumus masuk ke dalam golongan-golongan orang-orang kafir, dzalim dan fasiq (QS. Al Amidah: 44, 45, 47). Artinya melaksanakan hukum adalah wajib dan menegakkan kekuasaan dan pemerintahan merupakan prasyarat untuk terlaksananya hukum. Sebagaimana wudhu, membersihkan pakaian dan tempat merupakan prasyarat terlaksananya kewajiban shalat. Jadi bila shalat itu wajib, maka prasyarat terlaksananya kewajiban itu akan menjadi wajib juga. (Mala yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib).
Adapun Talab al hidayah berkaitan erat dengan Tauhid Rububiyah, yaitu senantiasa mengikuti petunjuk (wahyu) a1 Qur'an dan sunnah rasul seperti yang telah dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu (salaf), para Nabi, Syuhada dan Shalihi. Itulah orang-orang yang disebut mendapat nikmat Allah (QS, An Nisa: 69). Tegasnya al Huda keseluruhannya bukanlah sebatas teori, tetapi telah dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat dan mukmin generasi awal dengan i'tiqad perkataan dan amal menuju mardhotillah

Aqidah, Syariah dan A1 Akhlak an-Nabawiyah
Aqidah, suatu kepercayaan (iman) yang teguh dalam diri seseorang. Dalam bahasa sekarang ini dapat digunakan kata ideologi. Aqidah itu tidak nampak kecuali indikasinya dari pengakuan dan perbuatan. Sebab ideologi seumpama akar pokok yang tersembunyi dalam tanah. Ideologi Islam terfokus pada rukun iman yang pada intinya tersimpul di dalam ucapan Dua Kalimah Syahadat.
Syariat, merupakan jalan menuju sumber. Mengatur tata cara perhubungan antara manusia dengan khaliq-Nya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta. Dalam bahasa saat ini Syariah slam dapat dipahami sebagai sistem-­sistem Islam. Oleh sebab itu dalam Sirah Nabawiyah kita saksikan bahwa syariah ini diturunkan secara bertahap. Disesuaikan dengan kesiapan dan keadaan umat. Berbeda dengan aqidah (iedologi) yang sudah ditetapkan dari awal, dengan tidak ada tawar-menawar. Maka ayat-ayat yang berkaitan dengan Nasikh dan Mansukh dapat dipahami hanya melibatkan perkara-­perkara Syariah bukan dalam ideologi (QS 2:106).
Ideologi, sistem Islam secara sempurna telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dan Ummat Islam terdahulu. Pelaksanaan inilah yang termaktub dalam Al-Qur'an : "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kiamat dan banyak mengingat Allah (A1 Al-Ahzab:21) .
Pelaksanaan itu dalam bahasa saat ini dapat kita gunakan kata Aplikasi Nabi atau Al Akhlaq An Nabawiyah. Dimana mukmin yang bertaqwa dituntut melaksanakan ideologi dan sistem-sistem Islam menurut apa yang diberikan contohnya oleh Rasulullah SAW . Karena hanya beliau saja yang disebut dan diakui Allah Azza Wa Jalla sebagai Uswah Hasanaah (Tauladan yang baik). Mengikuti Rasulullah SAW sepenuhnya tidak lebih dan tidak kurang agar kita dikasihi dan mendapat maghfirah Allah Rabbul Izzati. “Katakanlah (Muhammad) jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah Taatilah Allah dan Rasulnya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang Kafir." (QSAli Imran 31-32).

Kesamaan Para Rasul
Para Rasul utusan Allah Azza Wa Jalla mempunyai garis kesamaan. Firman Allah: " .. Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya" (QS 2:285). Kesamaan dalam memimpin umat dan lain-lainnya, dan yang utama sekali menjadi bekal dan tauladan untuk para mujahid dan mujahidah adalah kesamaan sifat para rasul itu yaitu sifat Shidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Dan para Rasul mendidik dan membimbing membimbing umat mempraktekan ideologi dan sistem-sistem Islam. Dan inilah merupakan kunci utama yang wajib dimiliki oleh mereka yang bernama mujahid dan mujahidah. Mereka meridhoi Allah Jalla Wa 'Ala dan mereka juga ridha kepada-Nya (QS Al Bayinah:8). Semoga kita termasuk dalam golongan tersebut, Amin. ***

No comments:

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah ...