6/07/2012

Ini kisah nyata: Abah

Abah, demikian orang2 memanggilnya, lelaki baya bertumbuh gempal. Kemanapun ia selalu bersarung dan berkopiah putih, seputih rabut kepalanya. Ia seorang kyai dari sebuah kota, 40km dari tempatku. Banyak warga kampungku ngaji pada beliau, tiap bulan ia selalu datang. Wan, seorang pemuda, sahabatku biasanya jadi ajudan yang antar jemput beliau dari terminal. Ia tak pernah minta "sangu" dari kunjungannya kepada kami. Beberapa bulan sekali jamaahnya berkunjung kerumah beliau, sebuah Pesantren Tradisional di kota B. Ia cukup kaya, menurut pandangan kami.

Ini cerita Wan sang ajudan: Suatu ketika selesai berkunjung ke kampung kami Abah minta diantar sampai terminal, sampai terminal turunlah Abah dari motor butut sahabatku Wan. Wan menatap dari kejauhan Abah yang berlalu diterminal. Tapi sampai beberapa bis ke kota B lewat Abah tak kunjung naik. Beliau justru terus berjalan menyusuri pinggiran trotorar, akhirnya Wan membntuti Abah. Sampai ia menyusul Abah.

Ia berkata:
"Bah, kok belum naik."
"Ya, nanti saja!" Jawab Abah.
"Abah mau mampir kemana?"
"Nggak nanti pingin jalan dulu."
Wan tertegun, ada yang 'tidak beres' pikirnya.
"Bah, abah bawa uang ngga?" tanya Wan.
Abah diam sejenak kemudia berkata, "Tidak."
Wan terkesiap, ia mengamati wajah Abah yang tetap datar tanpa beban.
"Wah Bah, ini saya ada Bah, dipakai buat naik bis ya Bah!" kata Wan.
"O ya, maturnuwun." jawab Abah datar.

Wan selalu mengenang itu, ia tetap bertanya-tanya, "Apa jadinya jika ia tak mebuntuti Abah? Apakah ini yang pertama kali, atau sudah pernah sebelumnya terjadi? Toh ia biasanya langsung 'ngacir' setelah mengantar sampai terminal. Yang mengesankan baginya, wajah Abah amat biasa, tanpa beban.

1 comment:

Anonymous said...

Subhanallah.

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan Kepemimpinan dalam berfungsi untuk mengkoordinasikan, memimpin dan mengatur setiap pelaksanaan syariat. Ada beberapa istilah ...