Tanya:
Bolehkah shalat malam berjamaah setiap bulan
sekali dalam acara muhasabah?
Jawab:
Berkaitan dengan pertanyaan yang muncul di
tengah-tengah masyarakat, tentang bolehkan shalat tahajjud dilakukan dengan
berjama’ah?, tentu sebelum menjawab pertanyaan tersebut kita harus
memperhatikan dalil-dalil yang terdapat dalam al-quran, hadits Nabi saw., dan
pendapat-pendapat para ulama.
Pertama, Adapun shalat tahajjud telah disebutkan Allah dalam Firman-Nya
yang terdapat dalam al-Qur’an : Qs. Al-Isra 79
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ
نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ
يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Artinya
:”Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji”.
Kedua, Shalat malam atau tahajjud adalah shalat yang
sangat dianjurkan. Ia adalah kebiasaan orang-orang saleh.
عن أَبي أُمَامَة ، عن رَسُولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ :عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ
دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ ، وَهُوَ قُرْبَةٌ
إِلَى رَبِّكُمْ ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ) التِّرْمِذِي(
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul
lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang saleh
sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat
menghapus kesalahan-kesalahan dan dosa.(HR. Tirmidzi)
Ketiga, Disebutkan juga bahwa shalat malam adalah
shalat yang utama setelah shalat lima waktu.
... وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم
وأبو داود والترمذي والنسائي وابن خزيمة في صحيحه)
...dan
sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya)
Oleh karena itu, menghidupkan malam-malam
kita dengan membiasakan melaksanakan shalat malam adalah perbuatan yang mulia. Dan
perlu diketahui bahwa shalat malam tidak hanya dilakukan sebulan sekali. Nabi
menganjurkan untuk melakukannya setiap malam. Dan shalat malam ini
terdapat beberapa nama yang sering kita kenal dengan, shalat tahajjud,
shalat qiyamu al-lail, shalat malam, shalat witir, shalat qiyamu ar-ramadlan,
dan shalat tarawih. Dalam pelaksanaannya, baik di bulan ramadhan maupun di
luar ramadhan Nabi saw melaksanakan tidak lebih dari sebelas raka’at.
Adapaun hukum shalat malam (lail) dengan
berjamaah adalah boleh. Kebolehan tersebut didasarkan pada hadits Nabi saw.:
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ : بِتُّ فِى بَيْتِ خَالَتِى مَيْمُونَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ فَصَلَّى
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى أَرْبَعًا ثُمَّ
نَامَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّى فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَدَارَنِى فَأَقَامَنِى
عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى خَمْسًا ثُمَّ نَامَ حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ - أَوْ
خَطِيطَهُ - ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الْغَدَاةَ (
سنن أبي داود )
“Dari ibnu Abbas ra.
Berkata: “saya bermalam di rumah bibiku, Maimunah binti Harits, lalu Nabi saw.
shalat isya’. Kemudian Nabi datang dan shalat 4 rakaat lalu tidur. Lalu Nabi
shalat dan saya (ibnu Abbas) berdiri (shalat) di sebelah kirinya. Kemudian Nabi
memindahkanku ke sebelah kanannya, lalu Nabi shalat 5 rakaat dan tidur sampai
aku mendengar suara tidurnya. Kemudian Nabi shalat 2 rakaat. Lalu Nabi keluar
shalat shubuh”. (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa, ketika
Nabi saw shalat malam, ibnu Abbas mengikuti shalat Nabi dengan berdiri di
sebelah kirinya lalu Nabi memindahkan posisi Ibnu Abbas ke sebelah kanannya.
Dan Nabi tidak menegur atau melarang ibnu Abbas perihal jamaah shalat malamnya
pada Nabi saw.
Selain ibnu Abbas ra. ada beberapa sahabat
yang pernah berjamaah shalat malam dengan Nabi saw. Seperti: Hudzaifah dan Anas
dan ibunya.
Pandangan para
ulama’ madzhab mengenai shalat lail berjamaah:
- Mazhab Hanafi dan Syafii memakruhkan Qiyâmul Lail yang dilakukan dengan berjamaah di dalam Masjid selain shalat Tarawih. Mereka berpendapat bahwa sunahnya adalah dengan melakukan Qiyâmul Lail dengan sendiri-sendiri.
- Mazhab Hanbali membolehkan salat Tahajud dengan berjamaah sebagaimana dibolehkannya untuk shalat secara sendiri-sendiri. Hal ini dikarenakan Rasulullah Saw melakukan ibadah sunah dengan dua cara tersebut, yaitu berjamaah dan sendiri, akan tetapi lebih banyak secara sendiri.
- Mazhab Maliki mereka memisahkan antara shalat berjamaah yang sedikit dengan yang banyak atau di tempat yang ramai atau sepi. Mereka membolehkan –tidak memakruhkan– apabila salat Tahajjudnya dilakukan dengan jamaah yang sedikit dan di tempat yang sepi. Sebaliknya jika jamaahnya banyak dan dilakukan di tempat yang ramai seperti masjid, maka hukumnya makruh.
Pendapat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah dalam fatwanya, mengatakan bahwa shalat tahajjud yang
dilakukan di luar ramadhan dengan berjama’ah secara rutin, tidak ada contoh
dari Nabi saw dan para shahabat.
Kesimpulannya :
Berdasar pada hasil pembahasan Majelis Tarjih PDM Kota, meskipun tidak ada larangan mengenai shalat lail
secara berjamaah, tetapi kalau dilakukan secara rutin dan
direncanakan tidak ada praktik dari Nabi saw dan para shahabat. Yang ditemukan
dalam beberapa hadits adalah Nabi saw shalat lail sendiri, lalu ada shahabat
yang mengikuti di belakangnya, Nabi saw tidak melarang dan tidak pula
menganjurkan. Jadi, sebaiknya shalat lail dikerjakan
sendiri-sendiri. Boleh sesekali secara berjamaah dalam rangka tarbiyah
(pendidikan). Dan perlu diketahui, tidak ada ketentuan dari Nabi bahwa shalat
lail secara berjamaah dikerjakan hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti:
adanya anggapan bahwa harus berjamaah kalau mau shalat lail pada malam nisfu
sya’ban, tiap bulan sekali dalam acara muhadsabah, ketika ada acara-acara
tertentu dll. Wallahu a’lam bish shawab.
Dari Majalah Mentari PDM Kota Yogyakarta Edisi Februari 2013
No comments:
Post a Comment