Pendahuluan
Syariat adalah aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia, baik dalam aspek ibadah maupun muamalah. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Jika Allah telah menetapkan syariat, mungkinkah manusia dibolehkan untuk tidak melaksanakannya? Apakah mungkin hukum syariat hanya menjadi pilihan, bukan kewajiban?
Menjawab pertanyaan ini membutuhkan pendekatan dari Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama yang otoritatif dalam bidang syariat. Sebab, memahami syariat tidak cukup hanya dengan logika, melainkan harus didasarkan pada dalil dan ilmu yang sahih.
1. Syariat sebagai Ketetapan Ilahiah yang Mengikat
Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa syariat bukan sekadar anjuran atau pilihan, tetapi merupakan perintah yang wajib ditaati:
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui."
(QS. Al-Jatsiyah: 18)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menempatkan manusia dalam kerangka aturan (syariat) dan menuntut untuk mengikutinya, bukan untuk menegosiasikannya. Maka jika syariat adalah ketetapan dari Allah, mustahil bagi Allah untuk membiarkannya dinegasikan oleh manusia tanpa konsekuensi.
2. Kewajiban Taat terhadap Syariat dalam Hadits Nabi
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang taat kepadaku maka ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka ia telah durhaka kepada Allah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ketaatan kepada Rasul adalah bentuk nyata dari pelaksanaan syariat. Maka menolak sebagian atau seluruh syariat berarti membangkang terhadap ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Penolakan seperti ini tidak bisa dianggap sebagai perkara remeh, karena memiliki konsekuensi akidah.
3. Pendapat Para Ulama: Penolakan Syariat Adalah Kekufuran
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an menyatakan:
"Barangsiapa menolak satu hukum saja dari hukum-hukum Allah yang telah jelas, maka ia telah keluar dari Islam dengan kesepakatan ulama, walaupun ia mengamalkannya."
Artinya, syariat bukan hanya untuk diamalkan, tapi juga untuk diimani dan diyakini sebagai kewajiban. Bahkan jika seseorang mengerjakan hukum tersebut tapi menganggapnya bukan kewajiban, maka itu termasuk bentuk kufur juhud (kekufuran karena penolakan).
4. Syariat Adalah Ujian Kepatuhan Manusia
Allah tidak menetapkan syariat sebagai beban tanpa hikmah, tetapi sebagai ujian ketaatan:
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji?"
(QS. Al-Ankabut: 2)
Ujian itu berupa perintah dan larangan. Maka jika manusia merasa berhak untuk menolak hukum Allah, sejatinya ia gagal dalam ujian itu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim:
"Syariat adalah rahmat dan keadilan Allah. Maka setiap aturan yang keluar dari rahmat dan keadilan, maka ia bukan bagian dari syariat."
(I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim)
Artinya, semua hukum syariat sejatinya membawa kebaikan, walau terkadang terasa berat bagi hawa nafsu. Maka penolakan terhadap syariat bukan karena buruknya aturan, tapi lemahnya iman dan tunduknya hati kepada hawa nafsu.
5. Tidak Ada Iman Tanpa Kepatuhan terhadap Syariat
Allah berfirman dengan sangat tegas:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
(QS. An-Nisa: 65)
Ayat ini menjadi dasar utama bahwa menolak hukum syariat, apalagi menggantinya dengan hukum buatan manusia, adalah penafian terhadap keimanan itu sendiri. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan bahwa siapa pun yang menolak keputusan Rasulullah atau hukum Allah, maka ia berada dalam kesesatan yang nyata.
Kesimpulan
Menetapkan syariat adalah hak prerogatif Allah sebagai Rabb semesta alam. Maka, mustahil Allah menetapkan hukum syariat namun membolehkan manusia untuk mengabaikannya tanpa konsekuensi. Penolakan terhadap syariat bukan hanya pelanggaran, tapi bentuk pembangkangan terhadap otoritas ilahiyah. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib meyakini dan menjalankan syariat sebagai bentuk penghambaan yang tulus kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bis shawab.
Selamat! Teruskan di jalan ilmu, dengan bacaan yang bermanfaat untuk hidup anda.
No comments:
Post a Comment